Rabu, 22 Agustus 2012

Perjalanan ke Magelang







Jam 10 malam Jum'at tanggal 19 Juni 2008, kami tengah bersiap-siap untuk berangkat ke Candi Borobudur di Magelang. Sebetulnya keberangkatannya adalah hari Jum'at jam 05.00 pagi, sehingga kami harus menginap dulu di rumah Eyang Uthi Boediardjo. Perjalanan kali ini diikuti oleh komunitas hari Selasa, yang diadakan di rumah Eyang Uthi. Kurang lebih 50 orang yang ikut dalam perjalanan. Memang tidak semua menginap, bagi yang akan datang langsung jam 5 pagi, tidak menjadi halangan. Setelah adzan subuh berkumandang, kami semua bergegas untuk mandi dan shalat. Sajian nasi goreng berikut lauk pauknya sudah tersedia, kami semua makan dengan lahapnya. Setelah menata barang-barang bawaan ke bus, jam 05.30, kendaraan berangkat menuju Magelang.

Gelak tawa dan canda ceria menghiasi perjalanan yang menyenangkan. Semua tampak bahagia, diawali dengan pembukaan oleh bang Sanusi, dan do'a oleh saya sendiri, kami menjalani perjalanan yang menyenangkan. Selalu ada keceriaan dalam setiap waktu yang dilewati, apakah dari sikap para penumpang, ataupun perkataannya. Ulah Rio yang menghibur semua penumpang menambah suasana menjadi hangat. Dengan gayanya yang lucu, semua penumpang dipanggi dengan nama-nama artis terkenal, disesuaikan dengan kemiripan wajahnya, menjadikan suasana semakin hidup. Saya sendiri diberi panggilan Ramzi, he,he,he... padahal ada orang yang mengusulkan dengan Arnold Suasana Seger saja, kebetulan wajah saya dan postur tubuh saya agak kekar.

Jam 20.00 kami tiba di Magelang, tepatnya di Pondok Tingal, Hotel milik Eyang Uthi Boediardjo. Kami disuguhi dengan makan malam yang sangat enak. Maaf, dalam rumus makanan, saya hanya mengenal 2 jenis, yaitu enak, dan enak sekali, alias RWO6 (rewog= dalam bahasa sunda senang makan). Kami bangun dipagi dinihari, Pak Haji, pak Himjar, pak Rifa dan saya, menempati kamar 47, dimulai dari saya yang bangun dan menunaikan shalat Tahajud, disusul oleh pak Haji. Beliau mandi, dan dilanjutkan dengan persiapan sholat subuh. Tiba giliran teman saya pak Rifa, terdengar bunyi air, gebyar, gebyur. Kami bercanda dengan teman saya pak Himjar. Wah hebat, pak Rifa mandi di subuh yang dingin begini. Ketika ia keluar, saya tanya,"Pak Rifa abis mandi?" dengan polos dia menjawab "nggak, dingin ah".

"Lah, tadi kok kedengarannya bunyi yang mandi. Jadi tadi ngapain aja? lalu dilanjutkan dengan gelak tawa, dan pak Rifa tersipu-sipu malu. Sampai akhir perjalanan pun kami tidak mengetahui mengapa bunyi gebyar-gebyur yang dilakukan itu ngapain aja? Setelah makan pagi, kami semua siap-siap untuk jiarah ke makam Bapak Boediardjo (almarhum). Kami semua sangat salut sama beliau, sebagai seorang pejuang, mantan mestri dan dubes, serta seorang budayawan, beliau sangat merakyat, bahkan makamnya pun berada di makam keluarga, bukan di Taman Makam Pahlawan. Kami mendo'akan semoga beliau mendapat tempat yang mulia disisi Yang Maha Kuasa, dan diampuni segala dosa-dosanya, serta diberikan berkah untuk keturunannya.

Selepas berziarah, kami melanjutkan perjalanan ke Yogya. Tempat yang kami tuju adalah tempat kerajinan Bapak Seno, beliau memiliki pabrik kerajinan tangan berupa kerajinan tenunan tradisional untuk melayani pasaran luar negeri. Kami sangat senang bisa mendapat harga murah tapi berkulitas, kebetulan saya membeli bahan tenunan untuk pakaian. Karena kami akan mengikuti kegiatan Pentas Budaya jam 20.30, kami harus segera pulang. Kami pun bergegas dan segera menuju kembali ke Pondok Tingal. Alhamdulillah, kami tiba jam 18.30, segera kami mandi, shalat dan makan malam.

Tepat jam 08.00 malam, para penonton sudah siap menunggu pagelaran, sementara para pemain sibuk berdandan untuk pementasan malam itu. Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan alunan musik tradisional para pemain masuk ke lapangan dengan kostum yang unik. Kami sangat menikmati pertunjukan, terutama dengan penampilan terakhir yang memukau penonton, karena kostumnya seperti pakaian indian dari bahan daun-daun. Salah satu tradisi untuk memberikan apresiasi terhadap seniman daerah yang tetap berkiprah dengan seni tradisional ditengah budaya luar yang lebih terkesan wah. tapi dari penampilan pagelaran tersebut, tidak kalah menariknya.


Mendidik Anak

Anak sebagai amanah dari Allah SWT merupakan investasi terbesar bagi kita. Sering kita mendengar orang tua berkata," bapak bekerja banting tulang itu adalah untuk kalian!" Jadi segala usaha dan hasil yang diperoleh sebenarnya lebih kecil artinya dibandingkan dengan keberadaan anak itu sendiri. Sering orang tua-karena terlahir lebih dahulu- lupa bahwa anak kita adalah bukan diri kita, mereka adalah perpaduan dua karakter dari kita dan pasangan kita, juga lingkungan. kebanyakan orang tua berkata, jaman bapak atau ibu dulu tidak sepert ini. kata-kata ini turun temurun disampaikan, hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan atau perbedaan zaman. jadi sebagai orang tua, atau calon orang tua harus mempersiapkan generasi berikutnya dengan menanamkan nilai-nilai universal, dengan menggunakan alat atau media yang berbeda. Peran orang tua adalah mempersiapkan generasi penerus yang siap menghadapi tantangan di zamannya.

pelajaran saat shalat berjamaah

Ketika hendak sujud, kepalaku kena pantat orang yang ada di depanku, berikutnya aku lebih berhati-hati supaya tidak terlalu dekat dengan orang tersebut. pada saat membaca al fatihah dan surat pendek, tercium bau mulut orang yang ada disampingku, aku berusaha untuk menghindar dari bau mulut tersebut tapi tidak bisa. setelah sholat selesai, saya merenungkan kejadian tadi, dan dapatlah pelajaran dari kejadian tersebut, yaitu kita sebagai manusia yang mempunyai ego tapi ketika saat menghadap sang khalik, hubungan antar manusia menjadi hal yang lebih sederhana, sehingga kita menjadi ikhlas terhadap setiap kejadian yang tidak kita inginkan, karena ada pengharapan yang lebih tinggi dari sekedar gengsi diri, yaitu mendapat penilaian dari Allah SWT.

Saling memaafkan

"Pada hari ini jam 14.20, kakak mengatakan ade alay", Ashfiya berteriak, saat saudara-saudara dari pihak ibu mertuaku sedang berkumpul, "bukankah itu tidak boleh menghina atau mengejek dengan kata-kata yang tidak disukai, katanya. "Apa sih kamu dek, kata Syamila, kakak kan hanya bercanda. saat itu adalah hari ke 3 lebaran idul fitri 1433 H, Ashfiya dan Syamila sedang berkumpul dengan saudara sepupunya, dan Ashfiya berkata dengan gaya anak alay. lalu kakaknya berkata, "alay". Sudah menjadi kesepakatan diantara mereka untuk tidak menghina atau mengejek dengan kata-kata yang jelek atau panggilan yang tidak disukai. Akhirnya saya mengumpulkan kedua anak saya bersama istri, salah satu tradisi di keluarga kami adalah menyelesaikan masalah dengan bermusyawarah. lalu saya menanyakan kronologis kejadiannya.
Setelah tahu kejadiannya, saya menyampaikan bahwa inti dari kejadiannya adalah harus saling menghargai. adik harus hormat kepada kakak, kalau ada hal yang dianggap tidak mengenakkan,jangan langsung diumumkan di depan orang-orang, bisa bisikkan kepada ayah atau ibu. kepada kakak disampaikan, tolong jangan mengejek atau mengatakan sesuatu yang tidak disukai adiknya. kalau kakaknya saja mengejek atau menghina adik sendiri, gimana orang lain mau menghargai adik kita." kata saya sebagi orang tua mereka.
sekarang, kalian semua saling minta maaf dan saling memaafkan.

salah satu tradisi saat lebaran adalah meminta maaf, dari yang tua kepada yang muda dan sebaliknya, atau sesama teman sebaya. sungguh tradisi yang patut dilestarikan. Dalam kehidupan berkeluarga budaya meminta maaf dari orang tua kepada anak atau sebaliknya harus dibudayakan juga, demikian juga antara suami dan istri. budaya memaafkan adalah cara yang mudah dan murah untuk mewujudkan keluarga bahagia.