Kamis, 04 Desember 2008

Idolaku

Kakakku yang paling besar bernama Aos Abdul Gaos, ia terpaut 5 tahun denganku. Ia adalah inspirasi dalam hidupku. Sejak kecil beliau selalu menjadi panutan adik-adiknya, bahkan teman-teman sebaya di sekitar rumahku. Ia selalu menjadi pemimpin, ketika bermain perang-perangan, bermain mobil-mobilan, dan berbagai jenis permainan lainnya. Sejak kecil beliau selalu menjadi nomor satu dalam bidang akademis, dari sejak SD, SMP dan STM. Penampilannya selalu modis, betapa kakakku menjadi idolaku, ia suka berpenampilan seperti anak yang nakal, dengan berpenampilan rambut gondrong, tetapi ia juara satu di sekolahnya. Ia pintar bermain gitar dan melukis. Pernah ia membuat gambar tarzan dan binatang purba dan dipajang di ruang tamu rumahku. Saya benar-benar mengagumi kakakku dalam hal kepandaiannya dan kedalaman ilmunya. Ia adalah tipe orang yang serius, kesenangannya membaca, sehingga koleksi buku-bukunya sekarang memenuhi rumahnya. Sekarang ia sebagai tenaga pengajar di Aliyah Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor dan sekaligus sebagai Penceramah. Kesenangannya dalam menuntut ilmu diperlihatkan dengan terus melanjutkan pendidikan formal, setelah lulus dari UT jurusan managemen, beliau melanjutkan ke ICAS, Islamic Collage for Advance Studies dan sekarang tengah menyelesaikan tesis. Ya Allah, berikan ilmu yang telah dimiliki oleh Kakakku menjadi ilmu yang bermanfaat untuk umat manusia. aamiin

Selasa, 18 November 2008

Istriku

Shinta, oh Shinta ....
Nama yang indah
Sosok wanita yang menjaga kesucian
Manakala namamu dipanggil
Dak dik duk rasa hatiku

Keindahan pekertimu
Mengalahkan kecantikan fisik wanita manapun
Senyummu menjadi pengobar semangatku
Kata-katamu menjadi inspirasi keberhasilanku

Suka dan duka kita jalani bersama
Kebahagiaan menjadi selimut bahtera rumah tangga kita
12 tahun kita telah melalui waktu bersama
Gelora cinta senantiasa membara
Membakar semangat pengorbanan cinta

Sayangku, Yuliana Shinta Dewi
Cinta kita adalah lambang pengorbanan dan kebahagiaan
Ya Allah, persatukanlah kami di dunia
dan persatukan kami di syurgamu kelak
bersama orang orang yang sholeh

Ashfiya Shofura Qurata'aini

Hari itu adalah hari jum'at tanggal 26 September 2003, seorang bayi cantik lahir dengan selamat kedunia ini dengan diiringi senyum bahagia oleh sang ibu dan ayah beserta kakaknya. Ucapan selamat berdatangan dari segenap keluarga baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Nama yang sangat unik, Ashfiya Shofura Qurata'aini yang artinya kurang lebih bersih hati dan fisiknya seperti Shofura (istri nabi Musa) yang menjadi enak dipandang mata.
Saat-saat yang begitu menegangkan, manakala sebalum kelahirannya sang ibu harus dipindahkan dari bidan yang menanganinya di Candraloka Telaga Kahuripan ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Citra Insani. Sudah dua hari dua malam sang bidan berusaha supaya kelahirannya normal, tetapi karena tidak menunjukan adanya perkembangan setelah pembukaan lima, akhirnya pihak Rumah Sakit memutuskan untuk operasi. Alhamdulillah, saat-saat yang menegangkan telah terlewati, dan berganti dengan kebahagiaan yang tidak terkira, seorang bayi perempuan yang cantik, sempurna.
Ashfiya adalah bayi yang kuat, ketika dalam kandungannya sang ibu mampu mengatasi berbagai masalah dengan penuh kekuatan dan tegar. Ia adalah tipe anak yang berani, jangankan dengan teman sebaya dengan yang lebih besarpun ia sanggup melawan. Sikap sportifnya terlihat ketika ia mau menerima kekalahan, dan dapat diingatkan ketika melakukan kesalahan. Ia juga sangat cerdas, ia akan berusaha mencapai yang diinginkannya dengan berbagai cara. Sungguh karunia yang sangat besar mendapat titipan amanah dari sang Maha Pencipta, dengan dikaruniai anak-anak yang baik dan cerdas. Ya Allah berikan jalan yang lurus untuk Ashfiya, lindungi ia dari mara bahaya dan tinggikanlah derajatnya serta lahirkan daripadanya keturunan yang shalih dan shalihah. Aamiin

Jumat, 13 Juni 2008

Pengendalian Diri

Kalau kita melihat berita di beberapa media masa baik cetak maupun elektronik saat ini, kita akan disuguhi oleh aneka keributan, apakah perang antar kampung, tawuran antar pelajar, demo para mahasiswa yang berakhir ricuh, pro dan kontra terhadap aliran ajaran kepercayaan tertentu, dan masih banyak aneka peristiwa yang menunjukkan perbedaan pendapat antara satu kelompok dengan kelompok yang lain, atau satu individu dengan individu lain, terlepas dari keyakinan siapa yang benar dan siapa yang salah, kita melihat adanya ketidak mampuan dalam mengendalikan diri.

Kita semua perlu melatih mengendalikan diri sendiri dalam mensikapi berbagai kejadian, keadaan yang mungkin berbeda dengan kehendak atau harapan kita. Islam memberikan tuntunan bagi umatnya untuk mensuritauladani Rasulullah S.A.W dalam mengendalikan hawa nafsu. Dalam salah satu haditsnya, beliau berpesan kepada umatnya untuk mengendalikan emosi dengan larangan marah.

Islam juga sangat menjunjung tinggi penggunaan akal dan pikiran, artinya kita harus mencari jalan keluar dengan cerdas, bukan hanya memuaskan hawa nafsu melalui marah, tetapi pensikapan terhadap kejadian atau keadaan dengan bijaksana. Bahkan ketika kita berdebat sekalipun perlu menggunakan kata-kata yang  baik.

Keadaan Bangsa Indonesia saat ini, disatu sisi memang cukup memprihatinkan, artinya masih perlu waktu bagi semua komponen bangsa untuk mampu mengendalikan diri, tetapi bukan berarti kita patah semangat untuk tetap memiliki itikad baik menjadi yang lebih baik dengan cara terus belajar. Tidak takut salah dalam memilih langkah, tetapi keberanian untuk memperbaiki diri, adalah kunci utama menuju perbaikan diri dimasa yang akan datang.

Tidak ada kejadian yang buruk, bagi orang yang terus menerus memperbaiki diri, bahkan sampai lepasnya ruh dari raga. Tidak ada orang yang steril dari kesalahan, jadi, jangan merasa keadaan hari ini sebagai akhir dari dunia ini. Selama kita masih memiliki nafas, disitu kesempatan memperbaiki diri masih ada. Tetap Semangat Bangsa Indonesia! Masa depan cerah ada dihadapan kita.

Selasa, 08 April 2008

Syamila

Kring, kring, kring... bunyi telpon berdering di kantor PT. Abilowo Djoyo Cattle Industries, Salatiga. Halo, bisa bicara dengan bapak Ikin? Dari mana bu? jawab operator, saya istrinya. oh, nanti saya akan panggil sebentar. Halo, ada apa say? ini A, aku udah masuk rumah sakit, udah terasa mules-mulesnya agak sering. Kalau begitu aku akan segera pulang lagi ke Bekasi, aku akan minta izin dulu sama pak Wid.

Pak, Istri saya udah mau melahirkan, jadi saya harus pulang lagi - waktu itu baru dua hari saya sampai di Salatiga. Gak apa-apa pak Ikin, segera saja. Dengan tergesa-gesa akhirnya saya pulang terlebih dahulu ke rumah dan segera menuju ke terminal. Dari Salatiga saya harus naik mobil ke Semarang terlebih dahulu. Ketika sudah sampai terminal Semarang saya mencari mobil yang hendak berangkat, lalu saya bertanya, "ke Jakarta Pak? Iya, kata orang tersebut. Langsung saja saya naik mobil tersebut dan kebetulan masih ada kursi yang kosong. Selama perjalanan, mobil tesebut berhenti-berhenti, berbeda dengan biasanya. Sampai akhirnya saya tahu, rupanya mobil tersebut tidak sampai ke Jakarta, tapi hanya sampai ke Tegal. Waktu itu hari sudah malam, dan mobil ke Jakarta selalu penuh, jadi aku harus menunggu lama. Sampai akhirnya saya dapat juga itu mobil yang ke Jakarta.

Dalam perjalanan hatiku tak menentu, senantiasa melihat jam tangan dan tidak sabar ingin cepat sampai. Ketika sampai di terminal Pulau Gadung, waktu sudah menunjukkan jam 5 pagi. Saya naik metro mini, kebetulan masih sangat kosong, jadi terpaksa ia harus berhenti-berhenti, Alhamdulillah saya sampai ke rumah di perumahan Duta Kranji Bekasi jam 5.30. Assalamu'alaikum, wa'alaikum salam, jawab papah mertuaku, A mba Ita ada di Rumah Bersalin, Aa sholat aja dulu. Setelah saya sholat, segera saya menuju rumah bersalin. Alhamdulillah, Aa udah sampai kata ibu mertuaku, kata bidan sih masih beberapa jam lagi A, jadi mamah mau pulang dulu yach, karena dari malam nggak tidur, kata ibu mertuaku, oh iya Mah nggak apa-apa. Akhirnya saya tunggu kelahiran anak pertama saya. 30 menit kemudian, istriku sudah siap melahirkan dan dibantu oleh bidan yang sudah berpengalaman, akhirnya istriku melahirkan anak pertamaku, tangis bayi yang memecah kegelisahan menjadi kebahagiaan yang tidak terkira.

Sosok bayi yang sempurna, dengan berat 2,7 kg, anakku lahir dengan selamat dan normal. Derai air mata bahagia menetes dari air mata kami berdua. Alhamdulillah, Ya Allah terimakasih atas anugerah yang telah Engkau berikan, langsung saya bersujud syukur. Rupanya sang bayi menunggu ayahnya yang jauh-jauh dari Salatiga menuju Bekasi. Ibu dan papah mertuaku, serta ayah dan ibuku turut senang dengan kelahiran anak kami. Dari pihak istriku, ini adalah cucu pertama bagi mertuaku, sedangkan bagi ayah dan ibuku ini adalah cucu yang ke 9. Kami berinama Afra Syamila Fathun Najah, yang artinya bulan purnama sebagai pembuka kesuksesan -karena pada saat itu tepat bulan purnama. Memang benar, setelah kelahiran putri pertama kami, kehidupan kami semakin membaik. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan begitu banyak nikmat, hingga kita tidak dapat menghitung-hitungnya.

Rabu, 26 Maret 2008

Saling Menghargai


Mahligai rumah tangga yang terbangun atas dasar cinta dan saling pengertian menjadi dambaan setiap insan - terutama yang akan memasuki jenjang pernikahan, bahkan yang sudah berkeluarga lama sekalipun. Tetapi dalam mengarungi bahtera berkeluarga tidak jarang ombak dan badai menerpa dengan kencang. Dalam kondisi seperti itu dibutuhkan saling menghargai satu sama lain, kita bisa meninjau latar belakang kehidupan pasangan kita, atau kita bisa mengevaluasi kembali alasan melangsungkan pernikahan, maka dengan cara begitu bisa jadi kita akan tumbuh rasa pengertian kepada pasangan kita. Pada dasarnya manusia butuh dihargai, untuk itu berikan penghargaan yang tinggi untuk pasangan hidup kita.


Sepanjang pengetahuan saya dalam mempelajari agama Islam, kehidupan berkeluarga yang dijalani oleh Rasulullah SAW, merupakan gambaran keluarga yang menjadi panutan. Beliau sangat menghormati istrinya dan demikian pula sebaliknya. Berikan kebahagiaan untuk pasangan kita, maka kitapun akan ikut bahagia, karena pasti pasangan kitapun akan membalas dengan penghargaan lagi. Hal ini dapat kita ibaratkan ketika kita melempar bola, semakin keras kita melempar bola ke dinding, maka pantulannya akan semakin keras. Mudah-mudahan budaya menghargai yang dimulai dari keluarga, yaitu suami menghargai istri dan sebaliknya, anak menghargai orang tua dan sebaliknya, akan membawa kepada terbentuknya budaya bangsa yang saling menghargai.

Senin, 24 Maret 2008

Keluargaku

Aku terlahir dari keluarga yang saling menghargai satu sama lain. Ayahku seorang montir mobil yang bertanggung jawab, dari beliaulah aku mendapat sosok ideal seorang ayah yang bertanggung jawab. Perawakannya yang kekar, berani, gemar membantu orang lain dan cerdas. Beliau dikenal galak bagi beberapa kalangan, tapi bagiku beliau adalah orang yang berwibawa dan penuh kharisma. Sedangkan ibuku adalah sosok ibu rumah tangga yang cerdas dan kreatif serta memiliki kekuatan dalam menentukan arah pendidikan keluarga. Sejak kecil ibu membiasakan kami berdiskusi apabila kami anak-anaknya memiliki masalah. Beliau sangat mengerti karakter semua anak-anaknya - kami terdiri dari 6 bersaudara. Penanganan kepada yang satu dengan yang lain berbeda disesuaikan dengan sifat masing-masing. Beliau juga dapat menggunakan cara yang berbeda ketika kami masih kanak-kanak, remaja, dan saat dewasa serta berkeluarga.

Kami terbiasa terbuka dengan orang tua, bahkan dalam urusan ditolak cinta sekalipun. Mereka dengan meyakinkan memberikan suport kepada kami untuk tidak pernah berputus asa. Mereka sering menceritakan pengalaman masa kecil mereka yang kalau dibandingkan dengan kami saat itu jauh sangat memprihatinkan. Tetapi berkat semangat, kesungguhan, dan keyakinan kepada Allah SWT, maka semua cita-cita mereka tercapai. Salah satunya adalah mereka bercita-cita agar anak-anaknya dapat kuliah di perguruan tinggi. Walaupun pada saat itu kondisi ekonomi keluarga kami sedang dalam keadaan pailit, tetapi semangat orang tua yang senantiasa didengung-dengungkan, membawa motivasi bagi kami semua untuk mewujudkan cita-cita mereka.

Kami yakin bahwa cita-cita mereka adalah demi kebahagiaan kami sendiri, bukan untuk mereka. Mereka pernah berkata, seandainya kami semua telah maju, maka pantang bagi mereka untuk meminta-minta. Dengan adanya komunikasi yang baik antara orang tua dan anak, maka kami sebagai anaknya mengetahui apa yang diinginkan orang tua dan apa manfaatnya. Mereka sering membandingkan antara orang yang berpendidikan dan tidak terlihat dari cara berfikirnya dan penghargaan orang lain kepada mereka pun akan berbeda. kami sebagai anak dapat memahami dengan baik alasan tersebut dan ternyata benar apa yang telah disampaikannya.

Sekarang saya telah berkeluarga dan memiliki 2 orang anak. Kami dikeluarga mencoba mengaplikasikan apa yang telah kami dapatkan, dan mengembangkan pengalaman tersebut dari membaca buku, dan bertukar pengalaman. Kami menemukan beberapa kunci kebahagiaan dalam berkeluarga, diantaranya: saling menghargai, adanya keterbukaan, berusaha saling membahagiakan. Teriring do'a yang kami panjatkan kepada Yang Maha Kuasa setiap selesai solat untuk kebahagiaan orang tua kami yang telah tiada, semoga mereka mendapat kebahagiaan yang hakiki disisi-Nya, dan menjadikan pahala yang terus mengalir bagi keduanya yang telah memberikan ilmu kehidupan yang sangat besar manfaatnya.